Awas! Kekerasan Orang Tua Bikin IQ Anak Tenggelam

AMERIKA SERIKAT (Berita SuaraMedia) - Cara seorang pria menghadapi stres rutin, seperti kemacetan dan tengat pekerjaan, ternyata bergantung pada pola hubungannya dengan sang ayah di masa kanak-kanak. Ini merupakan salah satu hasil penelitian yang dipublikasikan dalam pertemuan American Psychological Association.
Beberapa waktu lalu, sebuah penelitian menunjukkan bahwa ibu yang kurang menunjukkan kasih sayang berpengaruh besar pada kestabilan emosi seorang anak. Sementara itu, hanya sedikit studi yang terkait dengan hubungan antara ayah dan anak laki-lakinya.
"Hubungan ayah dan anak laki-lakinya memiliki pengaruh yang luar biasa dalam hidup seseorang. Bila hubungan itu sehat, pengaruhnya akan sangat positif pada si anak," kata Melanie Mallers, peneliti dari California State University, AS.
Dalam risetnya, Mallers dan timnya melakukan survei terhadap 912 pria dan wanita berusia 25-74 tahun mengenai kadar stres mereka selama 8 hari terakhir. Para responden juga ditanya mengenai hubungan mereka dengan orangtuanya pada masa kecil.
Mayoritas responden menjawab bahwa mereka memiliki hubungan yang lebih manis dengan ibu mereka ketimbang dengan ayah. Kebanyakan anak laki-laki mengaku mereka lebih dekat dengan ibunya dibandingkan dengan anak perempuan.

"Ibu memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam kestabilan emosi seorang anak, baik pada pria maupun wanita. Anak yang punya hubungan buruk dengan ibunya cenderung memiliki emosi yang negatif pada masa dewasa," kata Mallers.
Namun, bagaimana dengan pihak ayah? Tim peneliti menemukan bahwa pria yang memiliki hubungan kurang hangat dengan ayahnya cenderung lebih sulit dalam menghadapi stres sehari-hari. Mereka juga relatif lebih mudah tertekan, mudah marah, dan gampang sakit akibat stres yang mereka hadapi.
Sementara itu, menampar atau memukul kadang dilakukan orangtua untuk membuat anak patuh dan disiplin dalam sekejap. Tapi, tahukah Anda pola asuh yang keras bisa menimbulkan dampak buruk bagi perkembangan otak anak?
Studi terkini menyebutkan, orangtua yang bereaksi terlalu keras untuk mengoreksi kesalahan anak, misalnya dengan cara menampar atau memukul, tidak hanya menyebabkan anak stres tapi juga membuat tingkat kecerdasan (IQ) anak lebih rendah.
Studi yang dilakukan peneliti terhadap ribuan anak di Amerika Serikat menunjukkan, anak yang kerap ditampar orangtuanya memiliki nilai IQ (intelligence quotients) yang lebih rendah dibanding anak yang tidak pernah ditampar.
"Setiap orangtua ingin punya anak yang pintar. Dengan menghindari kekerasan pada anak dan melakukan cara lain untuk mengoreksi kesalahan anak, hal itu bisa dicapai," kata Murray Straus, sosiolog dari Universitas New Hampshire, AS.
Dalam risetnya, Strauss dan timnya melakukan studi nasional terhadap dua kelompok sampel anak, yakni 806 anak berusia 2-4 tahun, dan 704 anak berusia 5-9 tahun. Pada saat dimulainya studi anak-anak tersebut mengikuti tes IQ dan tes berikutnya di akhir studi, empat tahun kemudian.
Anak-anak dari dua kelompok itu menunjukkan tingkat kecerdasan yang meningkat setelah empat tahun. Tetapi dari kelompok anak berusia 2-4 tahun yang kerap ditampar orangtunya, menunjukkan skor IQ 5 poin lebih rendah dibanding anak yang tidak pernah ditampar. Untuk anak 5-9 tahun yang pernah ditampar, skor IQ-nya rata-rata lebih rendah 2,8 poin dibanding rekannya yang tidak ditampar.
"Pemukulan atau tindakan kekerasan yang dilakukan orangtua merupakan pengalaman yang traumatik bagi anak. Berbagai penelitian telah menunjukkan kejadian yang traumatik berakibat buruk bagi otak. Selain itu, trauma juga membuat anak memiliki respon stres pada kejadian sulit yang dihadapi. Hal ini tentu berdampak pada perkembangan kognitifnya," papar Straus.
Tak sedikit orangtua yang menjadikan pukulan, tamparan, atau jeweran sebagai senjata untuk mendidik anak. Anak pun memilih untuk menurut daripada mendapat hukuman. "Akibatnya anak tidak bisa berpikir secara independen," kata Elizabeth Gershoff pakar dibidang perkembangan anak dari Universitas Texas, Austin, AS.
Setiap anak memang perlu diajarkan disiplin. Selain agar patuh pada aturan, disiplin juga akan membuat anak belajar menghargai orang lain dan mengontrol dorongan dalam dirinya. Namun, orangtua hendaknya juga perlu membuat batasan-batasan yang dilandasi cinta agar anak merasa aman.
Alih-alih menghukum anak dengan pukulan, beri tekanan lebih pada sisi positif anak, misalnya dengan memberi hadiah atau pujian bila anak berlaku positif. Bila terpaksa memberi hukuman, sesuaikan dengan usia si kecil dan situasi yang berlaku. (fn/k2m) www.suaramedia.com

READ MORE - Awas! Kekerasan Orang Tua Bikin IQ Anak Tenggelam

Mendidik Dengan Benar, Maksimalkan Potensi Cerdas Anak

Anak adalah buah hati kita, maka dari itu banyak orang tua merasa sangat perlu mendidik anak – anaknya agar mereka menjadi yang terbaik dan berguna. Nah dalam hal mendidik anak inilah kadang – kadang orang tua salah menerapkan pola dalam hal mendidik anak, berikut adalah beberapa contoh dari cara mendidik anak yang kurang baik:

  1. Jika anak terjatuh karena menyenggol meja, kita memukul mejanya dan mengatakan pada si kecil bahwa meja itu jahat. Sikap seperti ini akan mendidik anak menjadi manusia pendendam. Si anak juga akan terdidik untuk menjadi manusia yang tidak pernah merasa bersalah. "Pokoknya apapun yang terjadi, yang salah adalah orang lain, bukan saya!
  2. Kalau anak terjatuh, kita akan langsung menggendongnya dan melindunginya, bersikap seolah-olah si anak baru saja mengalami musibah yang sangat besar. Sikap seperti ini akan mendidik anak menjadi manusia manja, yang tidak kuat menahan cobaan hidup. Mereka akan gampang menyerah jika menghadapi masalah.
  3. Menakut-nakuti si anak akan adanya hantu. Biasanya, cara seperti ini digunakan oleh orang tua jika anak mereka bandel atau tidak bisa diberitahu.
  4. Terlalu banyak melarang. Anak adalah manusia yang sedang dalam proses belajar. Jadi wajar dong, kalau mereka sering melakukan kesalahan. Jika terlalu banyak melarang juga akan mendidik anak menjadi manusia yang tidak berani mencoba hal-hal baru.
  5. Menganggap si anak sebagai orang bodoh. Kita justru harus memperlakukan mereka sebagai seorang manusia yang berpotensi. Kita tak pernah tahu persis, seberapa besar ilmu pengetahuan yang sudah tersimpan di kepala anak kita. Karena itu, jangan sekali-kali menganggap mereka bodoh, belum tahu apa-apa, karena hal itu dapat membuat anak menjadi minder .Dengan memperlakukan mereka secara wajar, ini akan mendidik anak menjadi seorang manusia yang percaya diri sehingga ia akan lebih mudah meraih sukses.
  6. Memarahi anak jika mereka bertanya. Mungkin kita punya anak yang terlalu banyak bertanya. Karena bosan dan jengkel, kita memarahinya, mengatakan mereka cerewet, bahkan menyuruhnya untuk tidak terlalu banyak bertanya. Padahal, anak yang cerewet atau sering bertanya, sebenarnya adalah anak yang sangat pintar. Mereka ingin tahu banyak hal. Karena itu, cobalah untuk bersabar menghadapi mereka. Jawablah pertanyaan mereka sebisa mungkin, dengan cara yang menyenangkan. Dengan cara seperti ini, kreativitas dan kecerdasan anak akan tumbuh dengan sewajarnya.

Tidakkah Anda akan merasa lebih baik ketika orang yang otoritasnya lebih tinggi dari Anda, misal, orangtua atau bos bisa berbicara dengan nada yang nyaman? Tidakkah Anda akan merasa lebih bisa menerima ajaran atau masukan dari guru atau orang yang lebih tua dari Anda jika hal itu disampaikan dengan nada yang kalem? Begitu pun yang dirasa oleh anak Anda mengenai sikap orangtuanya. Dr. Adriana S. Ginanjar, Koordinator Klinik Terpadu Fakultas Psikolog Universitas Indonesia mengatakan, bahwa sikap positive parenting, bisa membantu menerapkan disiplin efektif dan interaksi menyenangkan antara orangtua dan anak.
Dalam presentasinya di Rumah Belajar Persada, Jatibening, beberapa waktu lalu, dr. Adriana menyampaikan bahwa positive parenting, yakni pola pengasuhan anak yang menekankan pada sikap positif. Menurutnya, positive parenting bisa dilakukan dengan membantu anak merasa bangga atas dirinya dengan menunjukkan sikap positif dan penuh kasih sayang. Tak lupa pula untuk memberi perhatian lebih saat anak mengikuti aturan, memberi bantuan, dan menunjukkan afeksi. Sementara dalam pembentukan disiplin, orangtua mengajarkannya dengan konsisten dengan konsekuensi yang jelas.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh orangtua untuk mengasuh anak dengan cara positive parenting menurut dr. Adriana adalah:
1. Mengenali Perkembangan Anak
Kenali kemampuan anak, baik kemampuan kognitif, keterampilan fisik, perkembangan emosi, caranya berinteraksi dengan orang lain, juga masalah-masalah khusus yang dihadapinya.
2. Meluangkan Waktu Berkualitas
Orangtua sebaiknya mau membuka diri untuk mengetahui dunia si kecil. Agar bisa mencoba melihat dunia dari kacamatanya. Cara yang bisa Anda lakukan adalah dengan menyediakan waktu khusus bagi anak, memberikan perhatian penuh saat meluangkan waktu berkualitas tersebut, isi dengan kegiatan menyenangkan, dan dilakukan dengan rutin. Dr. Adriana menyarankan untuk menciptakan waktu khusus sebelum tidur dengan membacakan dongeng sebelum tidur bagi anak yang masih balita. Atau bagi anak yang sudah remaja, cobalah sesekali membaca buku yang ia sedang baca, misal chicklit atau novel.
3. Memberi Dukungan dan Pujian
Tak hanya orang dewasa yang butuh diberikan pujian dan dukungan. Anak-anak pun seperti itu. Mereka butuh afirmasi dan apresiasi, terlebih dari orang yang mereka anggap penting. Dr. Adriana juga menekankan, saat akan memberikan pujian, pastikan tujuannya tepat dan spesifik.  Kenali pula karakter anak, hal ini sangat penting, pada saat ingin menyampaikan pujian pada anak pun amat perlu untuk menyesuaikan cara Anda dengan karakternya. Ada anak yang suka dipuji langsung, tapi tidak di hadapan banyak orang, dan sebaliknya. Dukungan dan pujian merupakan cara untuk mengarahkan tapi tidak memaksa anak, plus merupakan cara untuk memberikan semangat agar bangkit kembali ketika ia sedang terjatuh.
4. Menjadi Model yang Baik
Bagaimana ia bisa percaya atas apa perkataan dan nasihat orangtuanya jika Anda tidak melakukan sendiri apa yang diperintahkan kepadanya? Ketika Anda ingin anak bisa berlaku sesuai yang diinginkan, sebaiknya Anda tidak hanya bicara tetapi mencontohkan dengan tingkah laku. Cobalah untuk membuka diri dan tidak "jaim" kepada anak, agar ia terbiasa untuk berdiskusi dan bertanya dengan Anda. Dengan memberi contoh yang baik, Anda juga sekaligus mendorongnya untuk menjadi anak teladan.
5. Memberikan Konsekuensi Logis
Dr. Adriana menyarankan agar Anda tidak terlalu mengekang anak. Ketika Anda sudah memberitahukan konsekuensi dari tindakan-tindakan tertentu dan ia tetap melakukan tindakan tersebut, asalkan masih dalam batas yang aman, biarkan ia merasakan konsekuensi tersebut. Kadang hal ini diperlukan untuk meredam rasa penasaran si kecil. Pastikan sangsi atau konsekuensi tersebut masih dalam batasan logis dan bisa dimengerti oleh si anak. Ini akan membantu si kecil belajar bertingkah laku. Cara ini tergolong cukup efektif.
6. Fokus Pada Tingkah Laku Positif
Jangan hanya melarang. Berikan pujian atau reward atas tindakan-tindakan positif yang baik dari si kecil. Saat akan memberikan reward, pastikan dalam bentuk yang tepat dan benar-benar disukai si kecil. Mencoba tawar-menawar dengan si kecil untuk melakukan sesuatu yang ia suka dengan tindakan yang Anda tahu sulit untuk ia lakukan akan menjadi motivasi baginya. Namun, jangan sampai untuk segala hal harus diberikan iming-iming. Abaikan tingkah laku negatif dari anak yang memancing konflik berulang.
7. Bersikap Tegas
Terapkan aturan secara konsisten. Tegurlah anak jika ia berbuat salah dan itu merupakan hal aturan yang sudah disepakati. Jangan lupa untuk bersikap adil pada semua anggota keluarga.
8. Tanamkan Nilai-nilai
Ajarkan nilai-nilai penting dalam kehidupan, seperti sopan santun, tolong-menolong, berbagi, saling mengasihi, dan toleransi. Caranya? Berikan contoh konkret dengan menjadi model. Cara lainnya bisa juga dengan pergi menjalankan ritual agama bersama keluarga.
9. Lakukan Diskusi dan Negosiasi
Diskusi dan negosiasi adalah hal yang wajar dilakukan. Saat seperti ini, penting untuk menghargai pendapat anak dan fleksibel dalam menerapkan aturan. Dengarkan pendapat si anak dan mencoba mencari pemecahan permasalahan bersama. Ajar anak untuk bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain. Untuk anak yang sudah besar, bicarakan konsekuensi jika ada negosiasi seputar aturan.
10. Ciptakan Komunikasi Efektif
Yang namanya komunikasi efektif dengan lawan bicara, butuh kesepakatan. Dalam hubungan personal, tentu komunikasi akan lebih efektif jika terjadi dalam dua arah. Selain Anda harus bisa menyampaikan pesan dengan jelas dan berharap ia bisa mengerti, Anda juga harus bisa mendengarkan dengan hati. Mendengarkan dengan hati adalah berusaha menangkap apa yang dirasakan oleh si anak, dengan tidak emosi, fokus dan konsentrasi kepadanya, tidak terbagi dengan hal-hal lain.
11. Disiplin Jelas & Konsisten
Ketika membuat aturan di dalam keluarga, pastikan aturannya cukup jelas dan fleksibel, juga terdapat kesepakatan di antara keluarga. Jika orangtua ada ketidaksepakatan, pastikan tidak bertengkar di depan anak. Jika ada konsekuensi, beritahukan dan pakai sejak awal. Hal-hal semacam ini akan membantu mendorong anak untuk mandiri.
Dr. Adriana menyimpulkan, dalam hal aturan, jika disampaikan dengan jelas dan sudah disepakati bersama, lalu dijalankan dengan konsisten, akan menjadi hal yang positif. (fn/id/km) www.suaramedia.com

READ MORE - Mendidik Dengan Benar, Maksimalkan Potensi Cerdas Anak

Tips Bijak Agar Anak Mencintai Buku

Kebanyakan orangtua pasti ingin anaknya mencintai buku. Tapi, membaca, memahami isi buku, hingga menjadikan si kecil kutu buku, membutuhkan lebih dari apa yang didapatnya dari sekolah.
Porsi yang cukup terhadap pendidikan dini terkait pula dengan kemampuan membaca, dari memahami huruf hingga mengucapkan kata. Untuk mengasah kemampuan tersebut, anak-anak butuh contoh dari orangtuanya di rumah.
Membaca diawali dari rumah, jauh sebelum anak Anda masuk dalam lingkungan sekolah. Sedari kecil, mereka merasakan seberapa besar minat kita terhadap buku. Kalau kita bisa menjadikan baca sebagai kegiatan yang nyaman, maka anak-anak juga akan merasakannya.
Berikut enam trik menjadikan si kecil pencinta buku, seperti diungkap Sheknows.
Punya buku di rumah
Aksi sederhana memiliki buku di rumah mengatakan pada si kecil bahwa membaca itu penting. Biarkan mereka "merasakan" kata-kata yang terdapat di halaman depan buku-buku tersebut.
Dengan itu, mereka akan lebih nyaman dengan bentuk huruf dan kata. Memang, ini tidak menjamin si kecil bisa membaca lebih awal, tapi setidaknya menjadikan kegiatan membaca nyaman baginya.
Atur waktu harian

Atur waktu harian untuk membaca dengan si kecil, bukan hanya membaca saat mengantarnya tidur. Jadikan aktivitas ini bagian dari rutinitas hariannya. Ini mengirimkan sinyal pada si kecil bahwa membaca adalah bagian dari hidup, bukan sesuatu yang spesial atau luar biasa.

Menjadi contoh
Kalau ingin membentuk si kecil menjadi pencinta buku, sebelum itu terjadi, Anda harus memiliki kebiasaan itu terlebih dahulu. Membaca dengan rutin (sebelum waktu membaca bersama si kecil) berbagai jenis buku, apakah fiksi atau nonfiksi. Intinya, biarkan si kecil tahu bahwa Anda menikmati kegiatan membaca.
Ajak pasangan untuk menerapkan hal serupa. Adalah penting bagi anak-anak untuk melihat ayahnya membaca dengan rutin, seperti ibunya.
Ajak si kecil ke perpustakaan lokal
Perpustakaan lokal adalah sumber yang sangat baik untuk mengalirkan kebiasaan membaca kepada si kecil. Kalau si kecil sudah bisa meminta Anda untuk mengajaknya ke sana, maka segeralah. Libatkan pula si kecil pada berbagai kegiatan yang diadakan perpustakaan lokal, dan lebih banyak waktu berkunjung.
Jadikan buku sebagai hadiah
Kesempatan memberi hadiah adalah cara yang sangat baik untuk menjadikan si kecil pencinta buku. Berikan buku dengan berbagai variasi cerita agar si kecil semakin mengenal dunianya dengan lebih kaya.
Bergabung pada klub membaca orangtua-anak
Banyak pusat komunitas, sekolah, dan perpustakaan yang memiliki klub membaca untuk orangtua dan anak. Biasanya, kegiatan ini melibatkan anak yang lebih tua.
Dengan bergabung di klub membaca, Anda bisa saling mendiskusikan isi buku dengannya atau dengan kelompok yang lebih luas. Dan untuk si kecil, Anda bisa turut mengajaknya saat ajang diskusi berlangsung. Jadi, ia semakin mengenal arti kebiasaan membaca. (Sheknows).Source:www.suaramedia.com

READ MORE - Tips Bijak Agar Anak Mencintai Buku

Agar Percaya Diri Anak Senantiasa Terjaga

  • Penerimaan Diri

Orang tua menerima anak apa adanya. Bukan menghargai anak ketika anak melakukan sesuatu yang diharapkan orang tuanya. Anak selalu berharga dengan segala keterbatasannya.

Ketika orang tua menerima anak dengan tulus, misalnya pada anak yang menderita autis, Insya Allah terapi padanya pun akan lebih cepat berhasil. Anak akan merasa PD bahwa ia pun memiliki kelebihan.

  • Memperlakukan Anak Secara Lugas

Dengan bersikap lugas, anak akan terlatih untuk mandiri. Hingga mucullah percaya diri padanya.

  • Tidak Memberi Labeling

Tak ada yang positif pada labeling. Labeling hanya akan membuat anak terpuruk.

  • Tidak Memaki

Daripada memaki, lebih baik memberi nasehat. Termasuk menunjukkan kepada anak bagaimana yang semestinya.

  • Tidak Membandingkan

Tak ada orang yang senang dibandingkan begitupun anak. Tiap pribadi itu unik, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

  • Beri Kesempatan Untuk Bersosialisasi

Dengan bersosialisasi, anak dapat mengembangkan potensinya. Ketika sadar akan kemampuan diri, rasa percaya diri pun akan melesat cepat.

  • Beri Hadiah Dan Sangsi Sesuai Porsi

Memberi punish dan reward sesuai porsi dapat menghindari rasa dianaktirikan. Hendaknya segala konsekuensi yang dipikul didasari oleh nilai-nilai agama.

  • Biasakan Berjamaah

Berjamaah bukan sekedar menyatukan dan ritual saja. Lewat berjamaah, hubungan hati antara masing-masing anggota keluarga akan semakin tercipta. Tunjukkan kepedulian dan cinta kasih saat menatap atau mendengar keluh kesah anak.

  • Berikan Tanggungjawab

Tanggungjawab akan menghasilkan penilaian obyektif. Penilain obyektif dinilai atas prestasi anak, bukan penilaian subyektif. Hindari kalimat semisal, “Wah pintar, kamu memang hebat.” Lebih baik pilih kalimat obyektif, “Alahamdulillah, ternyata kamu bisa ya.” Setelah beberapa kali anak menunjukkan prestasi, kalimat pertama bisa digunakan.

  • Ciptakan Humor

Lewat, humor, ketegangan yang terjadi antara anak dan orang tua dapat diminimalisir.

  • Arahkan Keterampilan Anak

Orang tua ditakdirkan untuk mengarahkan anak, bukan sebagai penentu. Mendorong anak terlibat ekskul atau kursus bukan karena agar waktu luang anak terisi. Kegiatan-kegitan tersebut baik agar anak dapat mengeluarkan kemampuannya.

sumber : www.cybermq.com

READ MORE - Agar Percaya Diri Anak Senantiasa Terjaga