Violino Ridho Putra Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H

Manusia memang tempatnya salah Pula tempatnya kebaikan
Karena itulah setiap salah Harap di maafkan
Minal Aidin Wal Faidzin Maaf Lahir Bathin Kawan

 

Ronaldo Rozalino dan Istri Yeyen Febrina

Mengucapkan

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H

Semoga Amalan Ibadah selama bulan ramdhan diterima Allah SWT....Amin

READ MORE - Violino Ridho Putra Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H

Anak Kreatif Lahir dari Orangtua Positif

Anak Kreatif Lahir dari Orangtua Positif

Menjadi orangtua memang tak ada sekolahnya. Belajar dari pakar bisa menjadi cara agar orangtua lebih tepat mengasuh anak. Dimulai dari belajar untuk mengetahui tumbuh kembang anak, dan memahami prinsip positive parenting. Dengan begitu orangtua lebih mampu mendukung stimulasi positif untuk anak dan mengatasi berbagai kendala dalam masa tumbuh kembang anak.
Apa sebenarnya hasil yang bisa dicapai orangtua dengan memahami ilmu parenting? Dukungan yang tepat dari orangtua membantu tumbuh kembang anak lebih optimal dalam ranah fisik-motorik, psikososial/kepribadian, kemampuan bahasa, berpikir, kecerdasan, dan kreativitas.
Play Terapist dan psikolog Lembaga Psikologi Terapan UI, Dra Mayke S. Tedjasaputra, MSI, mengatakan, anak akan memiliki kemampuan berpikir jernih, kritis, berbicara dengan bahasa terstruktur dan kreatif jika didukung dengan pengasuhan yang tepat dari orangtuanya.
"Kemampuan ini sering dilupakan sistem pendidikan," kata Mayke, saat peluncuran rumah edukasi parenting beberapa waktu lalu.
Bagaimana menjadi orangtua yang positif?
1. Percaya diri dan tumbuhkan kepercayaan kepada anak
Mayke menjelaskan orangtua perlu menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung anak untuk bereksplorasi. Karena dengan mendapatkan kedua hal ini, anak bisa mengawali langkahnya bereksplorasi.
Caranya, orangtua perlu percaya diri sehingga tidak mudah khawatir. Lalu berikan juga kepercayaan dan kesempatan kepada anak untuk mencoba hal baru.
"Orangtua yang takut anaknya sakit lalu membatasi aktivitasnya justru membuat anak tidak berkembang. Orangtua perlu memberikan tempat bermain yang aman dan nyaman agar anak bisa tumbuh optimal dalam lingkungan fisik dan psikososialnya," lanjutnya.
2. Menyisihkan waktu bersama
Hubungan yang sehat dan lekat dengan anak perlu dibangun dan diupayakan oleh orangtua. Bagaimanapun perhatian dan dukungan positif dari Anda memberikan rasa percaya diri kepada anak.
Caranya, cari dan ciptakan waktu untuk melakukan kegiatan bersama dan berkomunikasi dengan anak. Dengan cara ini anak merasa dicintai. Kepercayaan dirinya tumbuh optimal dengan waktu khusus yang diberikan orangtuanya untuk membangun hubungan.
3. Jadilah teladan
Salah satu tugas orangtua adalah menanamkan nilai positif secara konsisten. Anak akan tumbuh dengan memahami makna tanggungjawab jika orangtua menjalankan tugas penanaman nilai dengan tepat.
Caranya, berikan contoh dan teladan yang baik bagi anak, berikan rambu tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan yang terpenting konsistensi intra dan inter individual.
"Jika orangtua bangun pagi dengan bermalas-malasan, anak akan mencontoh. Maka, jadilah teladan yang baik," kata Mayke.
Sedangkan untuk tetap konsisten, pastikan ayah maupun ibunya tidak dipengaruhi emosi dalam memberikan rambu kepada anak. Jangan membuat anak bingung dengan sikap berbeda dari ayah dan atau ibunya, maupun inkonsistensi keduanya dalam menjalankan pengasuhan. Anak akan menjadi bingung dan was-was, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak.
4. Memahami anak
Anak akan tumbuh optimal jika mendapatkan pemahaman dan stimulasi yang sesuai dari orangtuanya. Karenanya orangtua perlu mengenali kelebihan dan kekurangan anak.
"Jangan menekan anak untuk diam, misalnya. Anak tiga tahun bisa duduk diam itu sudah luar biasa, tetapi jangan memaksanya," kata Mayke.
Stimulasi berupa pujian juga boleh diberikan, tetapi jangan berlebihan. Ungkapkan rasa bangga saat anak Anda berhasil menghabiskan makanannya atau saat mendapatkan prestasi di sekolahnya. Namun jangan berhenti di situ, anak pun memerlukan dukungan saat ia gagal atau bahkan ragu ketika melakukan sesuatu. Dorongan dan dukungan positif dari orangtua membantu perkembangan anak.
5. Mampu mengatasi stres
Kunci sukses positif parenting adalah juga kemampuan orangtua mengatasi stres. Kemampuan mengatasi stres akan mempengaruhi komunikasi dengan si kecil, menjadi lebih positif.
Caranya, orangtua perlu belajar mengendalikan diri dalam mengatasi emosi. Jika merasa perlu mintalah bantuan ahli atau lakukan saja relaksasi maupun hubungan spiritual.
Ketika menghadapi masalah, sebaiknya orangtua perlu fokus pada solusi dan bukan lari dari kenyataan. Termasuk ketika konflik terjadi pada pasangan, maka sebaiknya bangun komunikasi terbuka antarpasangan. Ciptakan juga komunikasi terbuka dengan orang yang terlibat dalam pengasuhan seperti teman atau orangtua. Selain bisa belajar dari pengalaman orang lain, Anda juga bisa sekaligus menyatukan pemahaman tentang bagaimana pola asuh di rumah agar mereka bisa memahami dan mengikuti saat berada di dekat buah hati Anda.
Terakhir, orangtua juga perlu terus belajar mengenali kelebihan dan kekurangan diri. Mengembangkan sikap mau belajar dan mau berubah menjadi cara untuk mengeksplorasi diri lebih positif sebagai orangtua.

WAF
Editor: Dini

Source:Kompas.com

READ MORE - Anak Kreatif Lahir dari Orangtua Positif

9 Kesalahan dalam Mengasuh Anak Balita

Kadang anak balita sangat lucu dan menggemaskan, tetapi ada saat-saat mereka sangat menjengkelkan dan Anda ingin menghukumnya. Anak balita bukan seperti mainan yang datang dengan buku manual dan cara pengoperasian. Menjadi orangtua, seperti sering diucapkan oleh orang bijak, adalah pekerjaan yang tak pernah ada hentinya. Berikut adalah 9 kesalahan yang umum dilakukan orangtua kepada anak balitanya:
1. Tidak konsisten
Pernah menyaksikan program Nanny 911 atau Super Nanny? Terlihat betapa sulitnya si kecil diajak kerja sama dan sulitnya mereka menurut jika Anda tidak konsisten dengan perkataan? Ya, anak balita harus mulai belajar mengenai konsekuensi sejak awal. Ia harus mengetahui apa yang akan didapatkan jika tidak pergi mandi atau tidur pada waktu yang seharusnya. Semakin konsisten dan bisa ditebak apa yang akan ia alami jika peraturan tak dipatuhi, semakin mudah anak diajak kerja sama.
Maka, buatlah rutinitas yang tetap untuk si anak. Membuat konsistensi untuk orangtua atau pengasuh anak bisa menjadi tantangan yang amat sulit. Upayakan untuk tidak mencoba melakukan negosiasi dengan anak. Ragu-ragu apa yang harus dilakukan untuk menghadapi anak yang membandel dan tidak menuruti aturan? Duduklah bersama pasangan Anda sejak awal dan bicarakan bagaimana merespons anak yang tak mematuhi peraturan agar si anak tidak mendapat pesan yang salah dan mengadu domba orangtuanya.
2. Terlalu fokus pada waktu keluarga
Memang, menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga adalah hal baik, tetapi ada keluarga tertentu yang terlalu mengultuskan hal ini. Padahal, ada kalanya si anak ingin merayakan waktu pribadi dengan orangtuanya, hanya berduaan atau bertigaan. Waktu berduaan dan pribadi bisa menjadi hal menyenangkan bagi anak dan orangtuanya karena tak ada persaingan di antara saudara kandung. Cara yang bisa mengikat hubungan orangtua adalah bermain bersama.
3. Terlalu sering menawarkan bantuan
Beberapa orangtua menganggap si anak balita masih seperti bayi yang belum mengerti banyak hal sehingga mereka lebih sering memberikan bantuan untuk segala macam. Sebelum menawarkan bantuan, pikirkan kemungkinan bahwa si anak akan berpikir bahwa memberikan bantuan kepada si kecil, itu berarti ia tak bisa melakukannya sendiri. Dengan kata lain, si kecil tak berkompeten. "Orangtua yang menawarkan terlalu banyak bantuan kepada anak balitanya bisa menyabotase kemampuan anak untuk percaya akan kemampuan dirinya sendiri," terang Betsy Brown Braun, penulis You're Not the Boss of Me. Kita harus membuat anak mampu berjuang sendiri. Tentu tak ada salahnya memberikan pujian dan dorongan, seperti mengatakan, "Kamu pasti bisa melakukan hal ini."
4. Terlalu banyak bicara
Perlu diingat, anak balita bukanlah orang dewasa dalam tubuh kecil. Mereka belum paham bagaimana cara berpikir dengan logika. Bayangkan, jika anak berusia 2 tahun minta kue, dan si orangtua menjawab "tidak", lalu si anak merengek, si ibu menjelaskan bahwa sudah saatnya makan malam, si ibu pun menarik kuenya, lalu mencoba menjelaskan lagi, dan si anak pun merampas, lalu berulang terus.
Yang seharusnya dilakukan orangtua adalah setelah memberi tahu si anak untuk melakukan sesuatu, jangan memaksa untuk menjelaskan segalanya atau mencoba melakukan kontak mata. Jika si anak tak mau mematuhi, berikan peringatan dengan kata-kata sedikit atau hitung hingga 3. Jika si anak masih melanggar, lakukan time out atau konsekuensi langsung. Tanpa penjelasan!
5. Hanya menghidangkan makanan khusus anak
Si kecil sulit diberikan makanan orang dewasa? Atau ia hanya mau makan makanan ringan untuk anak-anak? Hal ini bisa terjadi karena kebiasaan. Cobalah mengajak anak mengonsumsi apa yang Anda makan di meja makan jika ia seharusnya sudah siap makan makanan berat. Banyak anak sudah mau mencoba makanan baru jika ia melihat ayah dan ibunya menikmati makanan itu. Jika ia menolaknya, tetap sodorkan kembali. Beberapa anak balita harus mencoba banyak tipe makanan hingga mereka memutuskan mereka menyukai makanan itu.
Braun mengatakan, banyak anak suka keributan gara-gara makanan. Asalkan ada makanan pada piring si anak, jangan khawatir. Jangan biarkan si anak menjadikan Anda koki khusus untuknya yang menyajikan makanan berbeda daripada yang lain, padahal ia sudah bisa mengonsumsi makanan yang sama dengan orang dewasa.
6. Terlalu dini menyingkirkan tempat tidur bayi
Tempat tidur khusus untuk bayi bukan hanya dibuat untuk menjaga keamanan si bayi saat tertidur, tetapi juga untuk membuat kebiasaan tidur yang sehat. Saat anak terlalu dini dipindahkan ke kasur, mereka bisa sulit tidur, kadang di pengujung malam, mereka akan datang ke kamar orangtuanya, minta ditemani. Saat yang tepat untuk memindahkan anak ke tempat tidur besar adalah saat ia sudah mulai memanjat ingin keluar dari tempat tidurnya atau saat ia sudah minta keluar dari tempat tidurnya tersebut. Kebanyakan anak sudah siap pindah di antara rentang usia 2-3 tahun.

7. Memulai latihan menggunakan toilet terlalu awal

Beberapa orangtua memaksa anaknya menggunakan toilet saat dirasa si anak harusnya sudah belajar, padahal bisa saja si anak belum mau, dan ini bisa mengakibatkan tarik ulur kekuatan. Anak akan belajar menggunakan toilet saat mereka siap dan prosesnya tidak harus diburu-buru. Namun, Anda bisa siapkan langkah-langkahnya. Tunjukkan toilet kepada anak, beri tahu fungsinya dan cara penggunaannya. Beri pujian jika si anak mau mencoba menggunakannya.
8. Tidak membatasi jam nonton televisi
Banyak anak balita menghabiskan waktunya untuk menonton televisi. Hal ini bisa membuatnya sulit belajar. Studi mengatakan bahwa anak di bawah usia 2 tahun sebenarnya belum paham apa yang ditayangkan di televisi atau monitor komputer. Coba buat si kecil sibuk dengan kegiatan lain, seperti membaca bersama atau kegiatan kreatif lainnya. Coba lakukan perbincangan dan mendengarkan agar si kecil bisa belajar berkomunikasi.
9. Mencoba menghentikan rengekan besar
Beberapa orangtua khawatir, jika si anak yang tak bisa diatur akan membuatnya terlihat seperti orangtua yang tidak efektif. Namun, ada kalanya si anak akan melakukan rengekan besar. Ketika mereka melakukan hal tersebut, percuma kita meminta mereka berhenti melakukannya, bahkan jika hal tersebut terjadi di depan orang banyak.
"Saat tantrum terjadi di depan orang banyak, kita akan merasa seperti dihakimi. Kita merasa ada papan neon di atas kita yang mengatakan bahwa kita adalah orangtua yang tak kompeten," ungkap Braun. Padahal, para orangtua harusnya ingat, yang lebih penting adalah apa yang terjadi pada si anak, bukan pendapat orang lain, apalagi orang asing. Jika ini terjadi, cobalah membawa si anak ke lokasi yang sepi agar si kecil berhenti berteriak dan mengeluarkan emosinya. Ketika hal ini selesai, Braun menyarankan agar Anda menawarkan pelukan untuk si anak dan jalani lagi hari Anda.

NAD
Editor: Nadia Felicia
Sumber: WebMD

READ MORE - 9 Kesalahan dalam Mengasuh Anak Balita